Polres Simalungun Diduga Lakukan Diskriminasi dalam Penetapan Tersangka Pengacara Horas Sianturi

Annanews.co.id || Simalungun – Pada Agustus 2023 yang lalu, Polres Simalungun menetapkan Pdt. Horas Sianturi, S.H., M.Th., sebagai tersangka dalam kasus dugaan penggelapan yang dilaporkan oleh Mariana. Penetapan ini menuai protes dari Tim Advokat Firma Hukum Mahkamah Kebenaran Rumah Perlindungan Hukum dan puluhan jemaat Gereja Cahaya Kemuliaan Kota Pematangsiantar.

Mereka menilai bahwa proses hukum yang dijalankan tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku, terutama terkait dengan penetapan tersangka tanpa melalui tahapan pemeriksaan yang semestinya dan terkesan Intervensi, pada Kamis.(6/2/25)

Selain itu, surat panggilan yang diterima oleh Pdt. Horas Sianturi dianggap cacat hukum karena disampaikan dalam satu amplop dengan dua surat panggilan untuk tanggal yang berbeda.

Menanggapi hal tersebut, perwakilan kuasa hukum Pdt. Horas Sianturi meminta agar Kapolda Sumatera Utara dan Kapolri meninjau kembali tindakan penyidik Polres Simalungun dan memastikan bahwa prosedur hukum yang berlaku dijalankan dengan benar.

Mereka juga menekankan pentingnya pengetahuan aparat kepolisian terkait peraturan dan undang-undang yang berlaku agar tidak terjadi kesalahan serupa di masa mendatang.

Setelah menyampaikan aspirasi di Mako Polres Simalungun, Tim Pengacara dan Pdt. Horas Sianturi melanjutkan langkah hukum dengan melaporkan dugaan kriminalisasi ini ke Polda Sumatera Utara.

Mereka berharap agar kasus ini mendapatkan perhatian serius dan penanganan yang adil sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses penegakan hukum, serta perlunya aparat kepolisian untuk menjalankan tugasnya sesuai dengan prosedur dan menghormati hak-hak individu yang terlibat.

Lebih lanjut, Pengacara Horas Sianturi, S.H., M.Th., kembali menjalani pemeriksaan untuk keempat kalinya di ruang Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Simalungun, setelah sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka.

Sebelum memasuki ruang pemeriksaan, Horas Sianturi bersama tim hukumnya mengadakan konferensi pers di depan pintu masuk Satreskrim, yang dihadiri oleh puluhan wartawan dari berbagai media.

Dalam konferensi pers tersebut, Horas Sianturi menyampaikan bahwa penetapan dirinya sebagai tersangka merupakan bentuk diskriminasi dan kriminalisasi terhadap profesinya sebagai pengacara. Ia menegaskan bahwa kasus yang dihadapinya adalah perkara perdata yang seharusnya tidak ditangani melalui jalur pidana.

Horas juga mengkritik proses hukum yang dianggapnya tidak transparan dan tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Tim hukum Horas Sianturi menambahkan bahwa mereka telah mengajukan berbagai upaya hukum untuk membela kliennya, termasuk melaporkan dugaan kriminalisasi ini ke Polda Sumatera Utara.

Mereka berharap agar kasus ini mendapatkan perhatian serius dari aparat penegak hukum dan memastikan bahwa proses hukum berjalan secara adil dan objektif.

Setelah konferensi pers, Horas Sianturi memasuki ruang Satreskrim untuk menjalani pemeriksaan lanjutan.

Ia menyatakan siap untuk menghadapi proses hukum yang ada dan berharap agar kebenaran dapat terungkap melalui prosedur yang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Kasus ini menjadi sorotan publik, terutama di kalangan praktisi hukum, yang menilai bahwa penanganan perkara perdata melalui jalur pidana dapat menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia.

Mereka menekankan pentingnya pemisahan antara ranah perdata dan pidana serta perlunya aparat penegak hukum untuk bertindak profesional dan sesuai dengan kode etik yang berlaku.

Diakhir konferensi pers yang diadakan sebelum pemeriksaan keempatnya di Polres Simalungun pada 6 Februari 2025, Pengacara sekaligus Pendeta Horas Sianturi menyampaikan harapannya kepada Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dan Presiden RI Bapak Prabowo Subianto untuk memberikan perhatian khusus terhadap kasus yang menimpanya.

Ia menegaskan bahwa penetapan dirinya sebagai tersangka merupakan bentuk diskriminasi dan kriminalisasi terhadap profesinya sebagai pengacara, serta menyoroti bahwa perkara yang dihadapinya seharusnya berada dalam ranah perdata, bukan pidana.

Horas Sianturi berharap agar pimpinan tertinggi Polri dan Presiden dapat meninjau kembali proses hukum yang dijalankan oleh Polres Simalungun dan memastikan bahwa penegakan hukum dilakukan secara adil, transparan, dan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Ia juga mengajak rekan-rekan seprofesi dan masyarakat luas untuk mendukung upaya penegakan keadilan dan mencegah terjadinya kriminalisasi terhadap profesi advokat.

Putusan Pengadilan Tinggi Medan Gugatan Mariana tidak diterima karena Pertimbangan Hakim dalam Putusan Nomor 632/PDT/2023/PT MDN dimana Kuasa yang diterima Horas Sianturi adalah akta otentik (Notaril).

Horas dapat melakukan sesuai kuasa tersebut, seandainya Mariana menggangap ada kelalaian maka hal itu adalah wan Prestasi bukanlah Perbuatan melawan Hukum.

Kasus ini telah menarik perhatian publik dan menjadi sorotan di berbagai media, terutama terkait dengan dugaan penyimpangan dalam proses penegakan hukum dan perlindungan terhadap profesi advokat. (Red)

Exit mobile version