Annanews.co.id || Deli Serdang – Banyak yang tahu peristiwa dibunuhnya puluhan rekanan swakelola sejak masa Bupati Deli Serdang Amri Tambunan saat menguasai pemerintahan Deli Serdang secara turun temurun.
Tidak ada yang menyangkal bahwa proyek swakelola yang dilakukan dinas PU Deli Serdang yang saat ini berganti nama menjadi dinas sumber daya air bina marga dan bina kontruksi {SDABMBK) memang diciptakan untuk membunuh para rekanan dengan tidak dibayarkannya hak mereka.
Hingga pada akhirnya, masalah ini berbuntut aksi demonstrasi para rekanan, maupun elemen masyarakat dan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara pun melakukan pemeriksaan serta menetapkan kadis PU Faisal, juga Alfian selaku bendahara sebagai tersangka.
Dimasa transisi jabatan bupati, selanjutnya Ashari Tambunan sang adik yang dikenal dengan julukan Butong dikabarkan maju menjadi bupati. Awalnya, kabar ini mendapat respon positif karena para rekanan kembali dimanfaatkan dengan iming-iming uang proyek swakelola mereka akan dibayar
Tentu saja hal itu tidak gratis, para rekanan diminta untuk menang menjadi Bupati Deli Serdang. Permintaan ini pun tidak menjadi persoalan, apalagi Butong sebelumnya dikenal sebagai raja proyek termaksud program swakelola yang ada di dinas plat merah tersebut.
“Butong berhasil mengumpulkan pundi pundi hasil proyek swakelola, selanjutnya dimasa transisi jabatan Amri Tambunan tahun 2014 proyek swakelola di tembak alias tak di bayar dengan iming iming proyek akan di bayar saat Ashari Tambunan maju dan menjadi bupati Deli Serdang 2014,” beber rekanan yang meminta identitasnya disembunyikan.
Janji manis Butong ternyata semanis madu, hati para rekanan luluh dan mereka secara sukarela dijadikan mesin tim sukses dan alhasil Ashari Tambunan terpilih menjadi bupati Deli Serdang 2014.
Namun apa daya, paman dari Asriluddin Tambunan (red. Calon Bupati Deli Serdang 2024 dr. Aci) tersebut melupakan komitmen yang telah diutarakannya. Hingga akhirnya unjuk rasa kembali meledak. Para rekanan membuat gugatan ke pengadilan Negeri lubuk Pakam hingga perkara tersebut selesai di tingkat kasasi namun hingga kini uang para rekanan raib dan tak dibayar sementara keluarga Tambunan berhasil gonta-ganti pemain jadi bupati Deli Serdang.
“Saat itu suasana sudah panas korban proyek swakelola mulai bermain diluar nalar lagi akibat tagihan hutang dimana mana,” Sebut mereka.
Sementara itu, hasil audit BPK RI Perwakilan Sumatera Utara menginformasikan, Pemkab Deli Serdang tercatat memiliki hutang kepada para rekanan swakelola. Hal itu diterangkan dalam Catatan Atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014.
Oleh BPK RI hal tersebut diterangkan dalam point 5.4. informasi lainnya, dengan isi tulisan Pada tahun 2014, Pemerintah Kabupaten Deli Serdang melalui Dinas Pekerjaan Umum memiliki utang konstruksi sesuai hasil reviu Inspektorat Kabupaten Deli Serdang atas Draft Laporan Keuangan Tahun 2014 sebesar Rp175.188.165.510,00.
Untuk kepastian besaran utang tersebut, masih perlu dilakukan pengujian lebih lanjut/audit atas kelengkapan/kebenaran administrasi dan fisik pekerjaan di lapangan.
Dalam Laporan BPK RI kemudian dijelaskan, berdasarkan hasil review Inspektorat Kabupaten Deli Serdang atas draft Laporan Keuangan Tahun 2014; Dinas Pekerjaan Umum memiliki utang konstruksi sebesar Rp175.188.165.510,00.
Masih menurut BPK, setelah konfirmasi kepada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang diketahui bahwa utang konstruksi sebesar Rp175.188.165.510,00 merupakan
kegiatan–kegiatan yang dilaksanakan pada Tahun 2014 dan belum dibayar karena sudah tidak tersedia anggaran untuk membayar kegiatan tersebut.
Utang itu terdiri dari hutang konstruksi atas pekerjaan yang sudah dibayar sebagian pada Tahun 2014 senilai Rp11.779.135.350,00 yaitu utang konstruksi yang berasal dari 42 kegiatan senilai Rp27.372.943.650,00 dan sudah dibayar senilai Rp15.593.808.300,00 sehingga masih terdapat sisa yang belum dibayar senilai Rp11.779.135.350,00 (Rp27.372.943.650,00 – Rp15.593.808.300,00); dan;
Hutang konstruksi atas pekerjaan yang belum dibayar seluruhnya yaitu sebanyak
655 kegiatan senilai Rp163.409.030.160,00. Berdasarkan pengujian atas aset tetap Dinas Pekerjaan Umum diketahui bahwa dari 42 kegiatan yang telah dibayar sebagian senilai Rp15.593.808.300,00 tersebut telah dicatat dalam aset tetap Dinas Pekerjaan Umum yaitu pembayaran yang berasal dari realisasi belanja modal senilai Rp9.311.790.000,00.
Berdasarkan pengujian atas jenis belanja atas utang konstruksi sebesar Rp175.188.165.510,00 diketahui bahwa utang konstruksi tersebut terdiri dari belanja modal sebesar Rp144.835.052.150,00 dan belanja barang dan jasa sebesar Rp30.353.113.360,00. Dengan demikian, minimal hasil pengadaan senilai Rp144.835.052.150,00 belum tercatat dalam aset tetap yaitu utang konstruksi yang berasal dari belanja modal. (Red)