Annanews.co.id || Medan – Seperti pada pemberitaan sebelumnya, Bagian Pengawasan Penyidikan (Wassidik) Ditreskrimum Polda Sumut, selain dituding kangkangi Perkapolri dan diduga telah melakukan Obstruction Of Justice (Perintangan Penyidikan) melalui penyidiknya, kini Bagian yang bertugas melakukan Koordinasi dan Pengawasan Proses Penyelidikan/Penyidikan Tindak Pidana di Lingkungan Reskrim, dibawah naungan Ditreskrimum Polda Sumut itu, juga disebut-sebut telah mencoreng Image, Nama Baik, atau Integritas Presisi Polri, sebagai salah satu Instansi Penegak Hukum di Negara ini.
Pasalnya, ditunda-tundanya pelaksanaan Gelar Perkara Khusus, yang dimohonkan pada tanggal 10 Juli 2024 lalu, oleh Henri Siregar selaku Pelapor melalui Kuasa Hukumnya Poltak Silitonga SH MH, hingga lebih dari 2 kali penundaan, yakni pertama Jumat 16 Agustus 2024, kedua Jumat 23 Agustus 2024, dan selanjutnya ditunda lagi hingga ke Tanggal 30 Agustus 2024 mendatang, sepertinya sudah cukup menjelaskan adanya keberpihakan dan kolaborasi jahat yang terjadi antara pihak Ditreskrimum Polda Sumut melalui Bagian Wassidiknya terdahulu dengan pihak Terlapor.
Realitanya, kendati dalam Laporannya, Henri Siregar lewat Kuasa Hukumnya Poltak Silitonga SH MH telah menjelaskan secara akurat, bahwa telah terjadi Pengerusakan sebanyak 70 Batang Pohon Sawit miliknya, sesuai Laporan Polisi Nomor : LP / 53 / l / 2023 / SPKT / POLDA SUMUT, Tanggal 16 Januari 2023 lalu, berikut telah dilakukannya olah TKP oleh Penyidik, kemudian Penyidik juga telah mendapatkan bukti-bukti Foto Visual dan Vidio, serta keterangan saksi-saksi, yang menerangkan, bahwa Pengerusakan itu benar adanya pada Pohon Sawit milik Henri Siregar, namun hal itu tidak dijadikan acuan oleh Penyidik dalam melaksanakan tugasnya untuk Penerapan Hukum yang benar.
Tapi malah sebaliknya, Penyidik diduga membuat berbagai alasan untuk mengaburkan fakta sedemikian rupa, dan tercium adanya indikasi permainan kongkalikong dengan pihak Terlapor, untuk menyulap LP yang sudah naik Sidik, tiba-tiba bisa dinyatakan tidak memenuhi unsur Tindak Pidana didalamnya.
Dan bahkan, pihak Bagian Wassidik Ditreskrimum Polda Sumut ini, juga sanggup dan berani mengeluarkan SP3 dengan alasan yang dibuat-buat sendiri tanpa Fakta Hukum yang jelas dan benar atas Laporan Perkara dimaksud. Dimana, seperti penuturan Penyidik, bahwa SP3 tersebut sesuai hasil Gelar Perkara yang dilaksanakan secara sepihak pada Jumat (28/6/2024) lalu. Tanpa dihadiri oleh pihak Pelapor, karena memang tidak mendapat undangan dari pihak Penyidik.
Sehingga, pasca dikeluarkannya SP3 tersebut sesuai Surat Ketetapan Tentang Penghentian Penyidikan Nomor : S.Tap/643.b/VIII/2024/Ditreskrimum, tanggal 2 Agustus 2024 lalu, dianggap sebagai penjoliman yang luar biasa jahat dan sadis terhadap Henri Siregar, yang dilakukan oleh oknum Penegak Hukum Nakal di Polda Sumut, dibawah Pimpinan Irjen Pol Whisnu Hermawan Februanto SIK MH selaku Kapolda, yang diketahui usianya belum ada seumur jagung memimpin di Polda Sumut ini, tapi sudah diwarnai dengan noda tingkah laku dan perilaku jahat aparatnya.
Alhasil, kondisi ini kembali menuai kritik tajam dari Pengacara Poltak Silitonga SH MH mengatakan, bahwa SP3 tersebut tidak berdasar dan alasannya tidak sesuai Fakta Hukum yang terjadi di lapangan. Dimana, alasan SP3 tersebut sangat terlihat seperti dikarang-karang oleh Penyidik dan hal ini jelas telah menyalahi Prosedur Penegakan Hukum yang berlaku.
Sehingga Penasehat Hukum Henri Siregar, yakni Poltak Silitonga SH MH meminta agar diadakannya Gelar Perkara Khusus untuk mencabut SP3 tersebut, dan dilanjutkan Penyidikannya ke tahap selanjutnya sampai penetapan Tersangka.
“Karena telah terpenuhinya unsur dan didapatkannya dua alat bukti yang cukup, bahkan sudah lebih dari dua alat bukti yang cukup, kita berikan ke Penyidik”, ujar Poltak.
Sehingga, hal itu nantinya dapat mewujudkan kharisma hukum yang sebenarnya, tanpa ada Perintangan Hukum dan permainan jahat didalamnya.
Kepada Wartawan saat diwawancarai terkait kehadirannya di Polda Sumut, Jumat (23/8/2024) mengatakan, bahwa pihaknya mendatangi Kantor Ditreskrimum Polda Sumut, khususnya Bagian Wassidik, dalam rangka mempertanyakan alasan kenapa sampai beberapa kali penundaan pelaksanaan Gelar Perkara Khusus yang dimohonkannya atas lahirnya SP3 yang telah dikeluarkan oleh pihak Wassidik Ditreskrimum Polda Sumut, terhadap Kasus Pengerusakan yang dilakukan oleh Rayu Riduan Silitonga (Terlapor), yang merupakan Oknum Kepala Desa Teladan, Kecamatan Bosar Maligas, Kabupaten Simalungun.
Secara ringkas Poltak Silitonga juga menceritakan, bahwa adapun kronologis perkara yang dikawalnya saat ini, berawal dari terjadinya penjualan lahan seluas 50 Ha oleh Pemilik Tumpak Siregar kepada Roslina Siregar. Sesuai PHGR yang dibuat dan ditandatangani dihadapan Notaris.
Namun belakangan, sesuai Hasil Pengukuran/Pengecekan Lapangan oleh BPN Simalungun, yang diajukan resmi oleh Polres Simalungun pada Juni 2024 lalu, diketahui Roslina Siregar menguasai seluruh lahan milik Tumpak Siregar yang dijual tersebut, akan tetapi kenyataan di lapangan, Roslina Siregar menguasai lahan menjadi seluas 60 Ha, bukan 50 Ha.
Lagi, Dimana 10 Ha yang dikuasai oleh Roslina Siregar tersebut diserobotnya tanpa hak, yang merupakan Kebun Sawit milik Henri Siregar. Dimana, Kebun Sawit milik Henri Siregar luasnya 25 Ha, sekarang tinggal hanya 15 Ha, karena diserobot 10 Ha oleh Roslina Siregar. Dan kebetulan, Lahan Sawit milik Henri Siregar tersebut berbatasan langsung dengan Kebun milik Tumpak Siregar yang 50 Ha, dan berada dalam satu hamparan dan juga berbatasan langsung dengan Kebun milik Adeknya Bill Clinton Siregar juga seluas 25 Ha.
Poltak juga membeberkan, bahwa hal ini sudah diingatkan kepada Roslina Siregar supaya mengembalikan Kebun 10 Ha miliki Henri Siregar tersebut. Namun, sampai sekarang Roslina Siregar bersama anaknya Rayu Riduan Silitonga, tidak mengindahkan peringatan tersebut, bahkan menantang Henri Siregar.
Dan sampai sekarang Roslina Siregar bersama anaknya Rayu Riduan Silitonga masih tetap berkutat tanpa merasa bersalah menguasai lahan seluas 10 Ha milik Henri Siregar, meski telah dilaporkan kepihak yang berwajib.
Malah Roslina Siregar dan anaknya Rayu Riduan Silitonga, justru dengan sewenang-wenang melakukan berbagai tindakan melawan hukum dengan cara premanisme berupa teror, pengancaman, intimidasi dan bentuk persekusi lainnya terhadap Henri Siregar, agar Henri Siregar takut dan tidak berani melawan, agar mereka tetap dapat menguasai tanah milik Henri Siregar seluas 10 Ha, dengan membuat Henri Siregar tidak berdaya dan selalu ketakutan untuk memanen Sawit miliknya.
Bahkan, lanjut Poltak, Rayu Riduan Silitonga beserta kawan-kawannya sanggup melakukan penutupan Akses Jalan ke Kebun Sawit milik Henri Siregar dengan membuat Parit Gajah memakai alat berat Beko, agar tidak bisa dilalui oleh Henri Siregar dan Bill Clinton Siregar.
Dimana dalam pembuatan Parit Gajah itu, tambah Poltak, Rayu Riduan Silitonga juga telah melakukan Pengerusakan terhadap sebanyak kurang lebih 70 Batang Kelapa Sawit milik Henri Siregar, dan Pengrusakan tersebutlah yang dilaporkan oleh Henri Siregar ke Polda Sumut.
Tapi malang nasib Henri Siregar, bukannya mendapatkan kepastian hukum, malah laporannya tersebut, oleh pihak Wassidik Ditreskrimum Polda Sumut terakhir dibuat berujung SP3, dengan alasan yang tidak masuk akal, dimana alasan tersebut diciptakan dan dikarang-karang sendiri oleh Penyidik, tanpa Dasar Hukum dan tanpa Fakta Hukum yang benar.
Dimana penyidik menyebutkan alasannya sesuai Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) Nomor : B/1555/VIII/2024/Ditreskrimum, Tanggal 2 Agustus 2024, yang diterima oleh Pelapor Henri Siregar antara lain : bahwa dalam kasus tersebut, terdapat Sengketa Keperdataan antara Henri Siregar dengan Roslina Br Siregar yang merupakan orang tua Terlapor (Rayu Riduan Silitonga-red), padahal jelas diketahui, bahwa atas Objek Tanah milik Henri Siregar dimaksud tidak ada Sengketa Keperdataan yang sedang berproses di Pengadilan, sehingga Pengacara Poltak Silitonga SH MH merasa heran, kenapa Penyidik bisa mengarang kata-kata adanya Sengketa Keperdataan atas Objek yang dirusak ???
“Kok Penyidik bisa mengarang kata-kata adanya Sengketa Keperdataan atas Objek yang dirusak ??? Itu kan ngarang namanya”, sahut Poltak.
Kemudian, alasan lainnya, seperti yang dilaporkan oleh Pelapor Henri Siregar, dari 70 Tanaman Kelapa Sawit yang rusak akibat Pembuatan Parit yang dilakukan Terlapor Rayu Riduan Silitonga dengan menggunakan 1 Unit Excavator, hanya 4 Tanaman yang rusak diluar dari areal sengketa tersebut. 3 tanaman berada disebelah selatan berbatasan dengan Bill Clinton bukan Selamat Motor.
“Kok bisa pula Penyidik merubah BAP dengan mengatakan, bahwa hanya 4 Batang Sawit milik Henri Siregar yang dirusak oleh Rayu Riduan Silitonga, padahal dari mulai Penyelidikan tidak ada keterangan seperti itu, yang mana perubahan BAP dan keterangan tersebut tiba-tiba muncul saat Proses Pengeluaran SP3 Tanpa sepengetahuan Pelapor dan saksi-saksi. Tindakan Penyidik tersebut adalah Pelangaran Pidana Obstruction Of justice (Perintangan Penyidikan)” sebut Poltak.
Padahal, ungkap Poltak, sesuai fakta yang terjadi dilapangan, sesuai cek TKP oleh Penyidik, sesuai keterangan saksi – saksi, bahwa ada lebih 70 Batang Sawit milik Henri Siregar yang dirusak oleh Rayu Riduan Silitonga di lahan milik Henri Siregar, dan semua 70 Batang Kelapa Sawit yang dirusak Rayu Riduan Silitonga tersebut, terletak dan di letakkan diatas tanah milik Henri Siregar. Namun saat Cek TKP ada 4 Batang Pohon Sawit yang dirusak oleh Rayu Ridwan Silitonga diletakkan di lokasi Tanah yang dikuasai Oleh Roslina Siregar, dan ke 4 Batang Sawit tersebut, juga berasal dari lahan milik Henri Siregar dari 70 Batang yang dirusak oleh Rayu Riduan Silitonga tersebut.
“Kok jadi dibalik-balik sih sahut Poltak, jadi Penyidik terlihat mencoba -coba untuk macam-macam dengan mengaburkan fakta itu, sangat jahat loh, Kita akan lawan penjoliman ini”, sebut Poltak.
Sehingga hal itu membuat Pengacara Poltak Silitonga SH MH-red) merasa kesal dan kecewa, serta marah atas ketetapan hukum tersebut, padahal sudah sangat jelas peristiwa pidananya ada, yaitu Pengerusakan terhadap 70 Batang Kelapa Sawit milik Henri Siregar yang merusak jelas Rayu Riduan Silitonga, dan yang menanam sawit tersebut adalah pihak Henri Siregar bukan pihak Roslina Siregar.
Kemudian, lanjut Poltak, hak kepemilikan Henri Siregar juga jelas sesuai dengan luas yang tertuang dalam surat SKT tanah milik Henri Siregar sebagai dasar alas Hak, demikian juga luas lahan yang dibeli oleh Roslina Siregar luasnya 50 Ha sesuai dengan PHGR dan Peta Lokasi yang di setujui dan di tanda tangani oleh kedua belah pihak di hadapan notaris.
Sehingga SP3 yang di keluarkan oleh Kabag Wassidik terdahulu tersebut sangat mengecewakan, dan ada dugaaan kuat bahwa oknum Kabagw Wassidik terdahulu telah menerima sesuatu dari Terlapor untuk mengaburkan fakta yang sebenarnya, Penyidik berusaha meloloskan Oknum Kepala Desa yang nakal ini dari Tindak Pidana yang dilakukannya dengan menerbitkan SP3 atas laporan Henri Siregar.
“Sehingga atas peristiwa penjoliman tersebut, Kita mengajukan permohonan untuk dilaksanakan Gelar Perkara Khusus kepada Kabag Wassidik yang baru untuk meninjau atau mendudukkan kembali kasus tersebut sesuai ketentuan hukum yang sebenarnya. Dan Kami berharap, Kabag Wassidik yang baru nantinya netral dan adil serta transparan dalam menyikapi Peristiwa Hukum ini, berdasarkan Fakta Hukum yang benar-benar terjadi, supaya mencabut SP3 dan memerintahkan Penyidik untuk melanjutkan kembali proses Penyidikan Pelaporan Kami ini sampai tahap selanjutnya”, cetus Poltak.
” Sebelumnya, Kita sangat kecewa sekali terhadap pihak Ditreskrimum Polda Sumut dalam hal ini Bagian Wassidik yang lama yang telah mengeluarkan SP3 atas Kasus Pengerusakan sebanyak 70 Batang Pohon Sawit karena Pembuatan Parit Gajah tersebut yang dilakukan Oknum Kades Teladan Rayu Ridwan Silitinga tanpa Dasar Hukum yang adil dan benar, tandas Poltak.
Untuk itu, pihaknya akan terus mengawal kasus ini untuk membantu Kepolisian dan Penyidik dalam menegakkan keadilan yang sebenarnya sampai menjadi terang benderang dan mendapatkan Penetapan Hukum yang sebenarnya, sesuai Koridor Hukum yang berlaku di NKRI.
Pihaknya juga berharap kepada rekan-rekan Media agar bersama-sama mengawal kasus tersebut, hingga mendapatkan Kepastian Hukum yang jelas dan real, serta tidak ada neko – neko. Sehingga tidak terjadi penjoliman bagi masyarakat Indonesia yang Lemah, Miskin dan Buta Hukum
“Tadi Saya sudah koordinasi dengan pihak Wassidik Ditreskrimun Polda Sumut terkait Pelaksanaan Gelar Perkara Khusus, ditetapkan pada hari Jumat (30/8/2024) mendatang. Dan mereka memastikan, jika seandainya pihak terlapor nantinya juga tidak biasa hadir, seperti pada minggu-minggu lalu, Gelar Perkara Khusus tersebut akan tetap digelar, dan Poltak juga meminta Bagian Wassidik agar menghadirkan Ahli Hukum Pidana supaya lebih jelas dan terang nantinya. Kita akan ekspos Peristiwa Hukum yang terjadi yang sebenarnya biar Ahli Pidana nanti mengetahui bagaimana kejadian sebenarnya, biar jangan salah persepsi nantinya”, ujar Poltak .
Poltak juga mengatakan, pihaknya juga meminta kepada Bagian Wassidik agar pelaksanaan Gelar tersebut juga dapat diliput oleh Wartawan, agar hasil yang didapat dalam Sidang Ekspos Perkara Khusus dimaksud menjadi terang benderang, tidak ada kejanggalan, intervensi atau indikasi kecurangan lainnya.
Ketika hal ini dikonfirmasi Awak Media kepada Wakapolda Sumut-Brigjen Pol Rony Samtana SIK MTCP, hingga berita ini dimuat tidak memberikan jawaban.
Hal serupa juga ditemui dari Ditreskrimum Polda Sumut-Kombes Pol Sumaryono, saat dikonfirmasi terkait hal ini juga tidak menjawab.
Dan tidak berbeda dengan Kabag Humas Polda Sumut-Kombes Pol Hadi Wahyudi, saat dikonfirmasi terkait hal ini juga tidak menjawab konfirmasi Wartawan.
Sementara itu, Kapolda Sumut Irjen Pol Whisnu Hermawan Februanto SIK MH dan Kabag Wassidik Ditreskrimum Polda Sumut, hingga berita ini diterbitkan belum dapat ditemui atau dihubungi guna konfirmasi. (Red)