Annanews.co.id || Jakarta – Kemarin di media sosial ramai beredar isu bahwa hari Senin tanggal 19 Agustus 2024 akan ada reshuffle kabinet. Diantara menteri yang di-reshuffle adalah Prof, DR, Yasonna Laoly sebagai menteri Hukum dan HAM (Kumham).
Menurut analisa pengamat bahwa penggantian Yasonna Laoly adalah untuk mengamankan proses penggantian pucuk pimpinan Partai Golkar disetujui oleh menteri Kumham untuk didaftarkan di dalam Kementerian Kumham.
Seperti diketahui bahwa pada hari Selasa tanggal 20 Agustus 2024 partai Golkar akan menyelenggarakan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) untuk memilih Ketua Umum dan beberapa posisi puncak (Ketua dewan Pembina) pasca pengunduran diriAirlangga Hartato mundur sebagai Ketua Umum Golkar..
Menurut isu yang beredar bahwa yang akan menjadi Ketua Umum Golkar yang baru adalah Bahlil Lahadalia, dan Ketua Dewan Pembina adalah Joko Widodo.
Yang menarik dari isu reshuffle kabinet tersebut adalah mengenai latar belakang pergantian Yasonna Laoly sebagai menteri Kumham. Seperti disinggung di atas bahwa untuk memastikan pendaftaran susunan pengurus Golkar hasil munaslub disetujui Menteri Kumham.
Persetujuan menteri Kumham menjadi penting karena hal itu merupakan tahap awal proses pemenangan Koalisi KIM Plus dalam Pilkada 2024. Jika proses pendaftaran di kementerian Kumham terkendala, maka akan merusak strategi dan rekayasa yang ditengarai berasal dari istana.
Sementara itu pihak istana tambah khawatir strategi menguasai Golkar tidak akan berjalan mulus seiring dengan adanya reaksi keras dari tokoh senior Golkar antara lain Jusuf Kalla (JK) dan Luhut Binsar Panjaitan (LBP) yang tidak setuju ada “orang luar” (bukan kader Golkar) yang langsung menjadi pucuk pimpinan Golkar.
Bukan mustahil kelompok senior Golkar itu akan melakukan perlawanan. Kendati kelompok senior Golkar kalah dalam musnalub, mereka akan melakukan perlawanan melalui jalur hukum.
Salah satu isu dari sekian banyak analisa kenapa Airlangga Hartato mundur dari Ketua Umum Golkar adalah karena adanya kekisruhan pencalonan nama kandidat dalam Pemilihan Kepada Daerah (Pilkada) 2024.
Kendati kericuhan itu dapat dibungkus rapi, tapi akhirnya isu terkuak juga ke publik.
Tahap yang paling krusial dalam proses peresmian pengurus Golkar yang baru di Kementerian Kumham adalah mengenai tenggat waktu. Tenggat waktu terakhir pendaftaran nama calon Pilkada menurut ketentuan Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah tanggal 27 Agustus 2024.
Jika proses pemilihan Ketua Umum dan Ketua Dewan Pembina Golkar dalam Munslub berjalan mulus, maka akan sesuai dengan skenario dari pihak yang tentunya punya kuasa yang paling kuat.
Namun jika ada pihak dari internal Golkar yang mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sesegera setelah diterbitkan Pengesahan Susunan Pengurus Golkar oleh Menteri Kumham, maka akan menimbulkan kekisruhan dalam pencalonan nama bakal calon yang diusung oleh Golkar (sudah barang tentu akan mempengaruhi konstelasi Koalisi Indonesia Maju/Kim Plus).
Jika gugatan pembatalan Surat Keputusan Menteri Kumham tentang Pengesahan Pengurus Golkar yang baru diajukan ke PTUN, maka salah satu tuntutan (petitum) yang diajukan oleh penggugat adalah meminta kepada hakim (adanya putusan provisi) agar Surat Keputusan Menteri Kumham tentang Pengesahan Pengurus Golkar ditunda keberlakuannya sampai dengan ada putusan pengadilan yang berkuatan hukum yang tetap (inkracht) sebagaimana diatur pada Pasal 67 Undang-Undang Nomor tahun 1986.
Jika memang ada gugatan seperti di atas, maka KPU harus tunduk pada putusan provisi dari PTUN. Dengan demikian sudah tentu pencalonan nama bakal calon yang diusung oleh Koalisi KIM Plus harus ditunda sampai dengan adanya putusan PTUN yang inkracht. Sementara ada jadwal pilkada yang sudah ditetapkan KPU.
Sudah tentu KPU tidak mungkin menunda proses pilkada 2024 sampai ada putusan PTUN yang inkracht. Dengan demikian Koalisi KIM Plus Akan ditinggalkan.
Keadaan di atas akan tambah rumit jika ada rekayasa kotak kosong. Itu berarti Pilkada 2024 akan kacau. Apakah dalam kondisi seperti tersebut memang sudah diperhitungkan oleh Airlangga Hartato sebelum ia menyatakan mengundurkan diri ? Karena jika dilihat dari bahasa tubuh Airlangga Hartato seperti terlihat sebagai pihak yang menang perang dalam peristiwa pengunduran dirinya sebagai Ketua Umum Golkar.
Bak ungkapan lelucon yang mengatakan di dalam pertandingan sepak bola ada pemain yang mengtackle pemain lawan justru kena sikut oleh pemain lawan.
Dari kemungkinan-kemungkinan seperti analisa di atas, maka para senior dan tokoh-tokoh muda Golkar hendaknya memikirkan ulang jangan memilih figur pucuk pimpinan Golkar dari orang luar.
Kali ini memang ada benarnya perkataan Luhut Binsar Panjaitan : “Jangan pilih orang luar”. Memilih figur pucuk pimpinan baru dari orang luar akan menyulut kemarahan dari kader itu sendiri.
Faktanya ada tokoh senior Golkar seperti Jusuf Kalla dan Luhut Binsar Panjaitan yang tidak ingin Golkar dipimpin oleh orang luar. Seperti telah disinggung di atas bahwa resikonya bukan hanya ke dalam tubuh Golkar saja, tapi mempunyai dampak yang sangat serius pada kehidupan politik nasional.
Bisa – bisa akan menyulut kekacauan sosial di tengah rakyat yang tengah terjepit dengan segala harga mahal. (Red)