Annanews.co.id || Jakarta – Upaya reformasi Polri dinilai telah menunjukkan hasil nyata. Sejak konsep PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi, dan Berkeadilan) digulirkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada 2021, perubahan mulai dirasakan masyarakat, khususnya pada pelayanan publik.
Layanan kepolisian yang dulu kerap dikeluhkan karena antrean panjang kini bertransformasi melalui SuperApp Presisi. Warga dapat mengurus SIM, SKCK, hingga membuat laporan pengaduan secara daring. Tilang manual pun semakin jarang ditemui, digantikan sistem ETLE Nasional yang kini terpasang di 28 provinsi.
Data Kementerian PANRB mencatat, pengguna aktif SuperApp Presisi mencapai 8,2 juta orang per Agustus 2025, dengan tingkat kepuasan 82 persen. Survei Litbang Kompas pada Juni lalu juga menunjukkan peningkatan kepercayaan publik terhadap Polri menjadi 73 persen, naik lima poin dari tahun sebelumnya.
“Ini perkembangan yang positif. Polri kini semakin modern, transparan, dan dekat dengan masyarakat,” ujar analis politik dan hukum, Haidar Alwi, dalam diskusi publik di Jakarta, Selasa (30/9/2025).
*Sorotan ke Kejaksaan*
Meski mengapresiasi pembenahan Polri, Haidar menilai sorotan publik kini beralih ke kejaksaan. Menurutnya, kewenangan ganda lembaga itu yakni menyidik sekaligus menuntut berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
“Polri sudah berbenah, tetapi kejaksaan masih menyisakan persoalan mendasar. Kewenangan ganda membuat proses hukum rentan tidak objektif,” kata Haidar.
Ia mencontohkan beberapa perkara besar, seperti kasus Pertamina dengan kerugian negara yang disebut mencapai Rp 12 ribu triliun. Minimnya hasil asset recovery dinilai memperlihatkan kelemahan sistem.
*Usulan Reformasi*
Haidar mendorong adanya pemisahan kewenangan sebagaimana diterapkan di sejumlah negara. Di Amerika Serikat, misalnya, FBI hanya berwenang menyidik, sedangkan Department of Justice mengurus penuntutan. Model serupa juga berlaku di sejumlah negara Eropa.
“Pemisahan fungsi penyidikan dan penuntutan menjadi kebutuhan mendesak untuk menjaga check and balance,” ujarnya.
*Forum Diskusi*
Pandangan tersebut ia sampaikan dalam forum bertajuk “Transformasi Polri dalam Perspektif Publik, Antara Prestasi Kapolri & Aspirasi Masyarakat Sipil” yang digelar Haidar Alwi Institut di Kafe kawasan Jakarta Pusat.
Diskusi ini menghadirkan sejumlah tokoh, antara lain Komjen Pol (Purn) Anang Iskandar, Irjen Pol (Purn) Ronny F. Sompiri, Brigjen Pol (Purn) Adeni Muhan DP, akademisi Dr. Moh. Mansur, serta perwakilan organisasi kepemudaan.
Komjen Pol (Purn) Anang Iskandar menilai langkah reformasi yang dilakukan Polri sudah berada di jalur yang benar. Namun, menurutnya, kesinambungan menjadi kunci.
“Masyarakat menilai Polri dari pola besar penegakan hukum, bukan sekadar kasus per kasus,” kata Anang.
Diskusi berlangsung interaktif. Aktivis muda menyoroti perlunya Polri memperkuat komunikasi dengan masyarakat sipil dan mempercepat modernisasi pelayanan. Purnawirawan Polri memberi perspektif pengalaman, menegaskan tantangan menjaga integritas di tengah tekanan sosial dan politik.
Forum merekomendasikan perlunya ruang dialog reguler antara Polri dan publik, memperluas digitalisasi pelayanan, serta memperkuat integritas di semua level kepemimpinan.
Sebagai penutup, Haidar Alwi menyampaikan pesan penting:
“Polri akan kuat hanya jika mendapat kepercayaan rakyat. Itulah fondasi dari transformasi yang sejati,” ujarnya. (Red)