Empat Pulau ” Digeser ” ke Sumut, Permahi : Jangan Bangunkan Singa yang Tidur

Annanews.co.id || Banda Aceh 14/6/25 – Polemik pemindahan empat pulau dari Aceh ke Sumatera Utara lewat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 terus menuai kecaman. Perhimpunan Mahasiswa Hukum Aceh (Permahi) menyatakan bahwa Kepmen tersebut tidak memiliki kekuatan hukum untuk mengubah batas wilayah Aceh, karena bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku sejak 1 Juli 1956.

Rifqi Maulana, S.H. menjelaskan bahwa dasar hukum wilayah Aceh telah jelas dan sah sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956, dan diperkuat oleh berbagai regulasi turunannya.

“Jadi, itulah kenapa ada Pasal 114, yang menyatakan bahwa batas wilayah provinsi mengikuti ketentuan yang berlaku per 1 Juli 1956. Dan ketentuan itu tidak lain adalah Undang-Undang. Maka, keputusan menteri apa pun yang bertentangan dengan UU itu, otomatis cacat hukum dan batal demi hukum,” tegas Rifqi.

Empat pulau yang disengketakan—Pulau Panjang, Mangkir Gadang, Mangkir Ketek, dan Pulau Lipan—secara administratif, historis, dan faktual telah berada di bawah pengelolaan Pemerintah Aceh sejak lama. Bahkan pembangunan di pulau-pulau tersebut menggunakan anggaran APBD Aceh sejak tahun 2007.

“Kepmen 2025 ini secara terang melanggar ketentuan konstitusional. Tidak hanya menyalahi UU 24/1956, tapi juga menyalahi semangat otonomi khusus dan mengancam stabilitas perdamaian Aceh yang selama ini dibangun di atas fondasi kepercayaan,” tambahnya.

Permahi menolak segala bentuk justifikasi teknokratik seperti peta topografi versi militer atau dalih administratif belaka. “Ketika UU sudah bicara, maka semua dalih teknis hanyalah cara membenarkan pelanggaran.”

Bagi rakyat Aceh, tanah bukan hanya aset, tetapi identitas. Sejarah panjang perjuangan dan konflik berdarah membuat setiap jengkal wilayah Aceh menyimpan nilai simbolik yang dalam. Ketika wilayah itu digeser secara sepihak, yang tercabik bukan hanya peta, tapi juga harga diri.

“Kami tidak bicara atas dasar emosi semata. Kami bicara soal sejarah yang sudah berurat akar, dan soal kesepakatan damai yang menjadi pondasi perdamaian Aceh. Jangan main-main dengan itu,” katanya. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca berita terkini di Annanews.co.id