Annanews.co.id || Medan 29/10/25 – Kronologi Pembubaran Tawuran dan Tragedi Jatuhnya Korban
Peristiwa tragis ini bermula Jumat, 24 Mei 2024, sekitar pukul 16.00 WIB, di lintasan rel kereta api perbatasan Kelurahan Tegal Sari Mandala II dan Tembung, Kecamatan Percut Sei Tuan, Medan. Saat itu, terjadi tawuran antara dua kelompok remaja yang meresahkan warga di area padat permukiman.
Menanggapi laporan masyarakat, Bripka Misriadi, Aiptu Zuchairi Affan, dan Babinsa setempat, Sertu Riza Pahlivi, segera turun tangan untuk membubarkan kerumunan dengan seruan, “Bubar-bubar, jangan tawuran!”
Di tengah upaya pembubaran yang kacau, sekelompok remaja berlarian di atas rel kereta api yang melintasi jembatan tanpa pagar pengaman. Sertu Riza Pahlivi berinisiatif menghadang dan mencegah mereka agar tidak jatuh atau menyeberang sembarangan, demi mengamankan situasi. Namun, dalam momen tersebut, korban Mikael Histon Sitanggang yang berlari di pinggir jembatan berusaha menghindar, tetapi kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke bawah jembatan sedalam 2,6 meter.
Korban sempat bangkit dan kembali naik ke atas rel, lalu dibawa rekan-rekannya ke sejumlah rumah sakit, termasuk RS Wahyu, RS Muhammadiyah, dan RS Madani Medan. Sayangnya, Mikael Histon Sitanggang akhirnya meninggal dunia akibat luka dalam di bagian perut dan kepala. Hasil pemeriksaan medis mendalam dari tiga rumah sakit tidak menemukan adanya luka jejak atau lebam pada tubuh korban, kecuali luka lecet ringan di pelipis kanan akibat terjatuh. Fakta ini memperkuat keyakinan bahwa tidak ada kekerasan fisik yang dilakukan oleh terdakwa.
Dalam amar putusannya, majelis hakim Pengadilan Militer I-02 Medan menyatakan bahwa tindakan Sertu Riza Pahlivi murni didasari kelalaian (lalai) dalam menjalankan tugas, bukan niat jahat. Terdakwa terbukti berusaha melaksanakan kewajibannya sebagai Babinsa untuk mencegah tawuran yang berpotensi menimbulkan korban lebih banyak. Kolonel Chk Rony Suyandoko menegaskan bahwa tindakan terdakwa bersifat spontan dan tidak bermaksud mencelakai korban, serta tidak ditemukan kekerasan fisik.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, majelis hakim menjatuhkan vonis pidana penjara selama 10 bulan kepada Sertu Riza Pahlivi karena kealpaan yang mengakibatkan meninggalnya seseorang, sebagaimana diatur dalam Pasal 359 KUHP. Selain pidana penjara, pengadilan juga memerintahkan terdakwa untuk membayar restitusi sebesar Rp12.777.100 kepada keluarga korban melalui Oditur Militer, serta membebankan biaya perkara sebesar Rp10.000.
Dalam persidangan, terdakwa menunjukkan sikap kooperatif, sopan, dan bertanggung jawab, serta menyampaikan belasungkawa yang mendalam kepada keluarga korban. Majelis hakim menilai sikap dan dedikasi tinggi terdakwa dalam bertugas sebagai pertimbangan yang meringankan.
Kolonel Rony menyatakan hukuman yang dijatuhkan bersifat mendidik, bukan menghukum berlebihan. Kasus ini juga menjadi pengingat penting bagi seluruh aparat TNI dan Polri agar senantiasa berhati-hati dan mengedepankan keselamatan warga saat menangani situasi sosial yang berpotensi ricuh. (Red)













