Annanews.co.id || Jakarta – Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, S.Pd., M.Sc., M.A. mengecam keras aksi teror yang menimpa jurnalis Syahbudin Padank di Kota Subulussalam, Aceh. Ia menyebut tindakan keji tersebut sebagai bentuk kebiadaban nyata yang mencoreng kebebasan pers dan menginjak-injak nilai demokrasi
Peristiwa teror itu terjadi ketika rumah dan mobil Syahbudin dilempari oleh orang tak dikenal pada malam hari. Selain mengalami kerusakan fisik pada mobil aksi ini juga meninggalkan trauma mendalam bagi keluarga korban, terutama anak dan istrinya yang turut merasakan ketakutan luar biasa.
> “Saya katakan dengan sangat tegas: ini bukan kriminal biasa! Ini adalah bentuk teror terhadap jurnalis dan pembungkaman terhadap suara kebenaran. Ini kebiadaban yang tidak bisa dibiarkan. Negara harus hadir, dan para pelaku harus segera ditangkap, termasuk siapa yang menjadi aktor intelektual di balik kejadian ini!” ujar Wilson dalam pernyataan kerasnya, Minggu (19/10).
“Kami Tuntut Dibongkar Semua! Jangan Hanya Pelaku Lapangan!”Menurut Wilson, kasus ini tidak boleh berhenti pada pelaku teknis atau orang suruhan di lapangan. Ia mendesak agar pengusutan menyeluruh dilakukan terhadap dalang sebenarnya di balik aksi teror ini.
> “Siapa yang menyuruh? Siapa yang terganggu oleh pemberitaan Syahbudin? Bongkar semuanya! Kami tidak mau hanya kambing hitam ditangkap. Kepolisian harus jujur dan berani membongkar jaringan aktor intelektual di balik aksi keji ini,” katanya lantang.
Wilson menambahkan bahwa Syahbudin selama ini dikenal sebagai jurnalis yang vokal dalam mengkritik kebijakan pemerintah daerah dan mengungkap dugaan-dugaan penyimpangan. Menurutnya, hal itu bisa saja menjadi motif utama teror yang dilakukan terhadap dirinya dan keluarganya.
Trauma Keluarga: Ketakutan di Rumah Sendiri Aksi teror itu bukan hanya menyerang Syahbudin sebagai individu, tetapi juga menebar teror psikologis terhadap keluarga Anak dan istri Syahbudin disebut mengalami trauma dan rasa tidak aman di lingkungan rumah sendiri.
> “Anak dan istri saya sangat terguncang. Kami merasa tak aman di rumah sendiri. Ini bukan lagi sekadar pengrusakan, tapi sudah merupakan bentuk teror terhadap wartawan dan keluarganya,” ujar Syahbudin kepada wartawan usai membuat laporan polisi.
Wilson menanggapi hal ini dengan menyesalkan betapa bahayanya situasi yang kini dihadapi jurnalis di lapangan. Ia menyebut, jika keluarga jurnalis saja tidak bisa merasa aman di rumahnya sendiri, maka itu pertanda ada yang sangat salah dalam sistem perlindungan hukum di negeri ini.
Desakan Keras untuk Kapolri: “Jangan Tutup Mata!” Ketua Umum PPWI ini juga melayangkan desakan keras kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk turun tangan langsung dan menindak tegas seluruh pihak yang terlibat dalam peristiwa ini.
> “Saya ingatkan, Kapolri jangan tutup mata. Jangan biarkan kasus ini jadi angin lalu. Negara harus hadir membela jurnalis! Bila perlu, bentuk tim khusus untuk usut kasus ini sampai ke akar-akarnya. Ini soal nyawa dan martabat profesi pers!” tegas Wilson.
Ia juga memperingatkan bahwa jika aparat penegak hukum gagal menuntaskan kasus ini, maka solidaritas jurnalis dan masyarakat sipil akan bergerak secara nasional maupun internasional untuk mencari keadilan.
Gelombang Kecaman dan Solidaritas Wartawan Sejak kasus ini mencuat ke publik, berbagai organisasi pers, tokoh media, dan aktivis LSM turut menyatakan kecaman keras dan menyampaikan dukungan solidaritas untuk Syahbudin Padank. Mereka menilai bahwa insiden ini merupakan bagian dari pola lama pembungkaman terhadap jurnalis yang kritis.
Wilson menyampaikan bahwa PPWI akan mengawal kasus ini secara hukum dan advokasi, serta membuka komunikasi dengan organisasi jurnalis di tingkat internasional.
> “Kami tidak akan tinggal diam. Ini bukan hanya soal Syahbudin, ini soal masa depan jurnalisme di Indonesia. Jika jurnalis diteror, lalu dibiarkan, maka ke depan kita tidak akan pernah mendengar lagi suara kebenaran,” ujarnya.
Demokrasi Terancam, Pers Diteror
Bagi Wilson, kasus ini adalah alarm serius bahwa demokrasi Indonesia sedang dalam ancaman. Ia menyebut bahwa pers adalah tiang keempat demokrasi, dan jika tiang itu diserang secara sistematis, maka yang runtuh adalah seluruh bangunan negara hukum.
> “Saya ingatkan kepada semua pihak yang merasa terganggu dengan pemberitaan: kalau Anda benar, buktikan dengan data, bukan dengan kekerasan! Jangan pengecut! Jangan bersembunyi di balik kekuasaan lalu meneror wartawan yang sedang menjalankan tugasnya,” tandasnya.
Penutup: Jangan Ada Lagi Teror terhadap Wartawan! Wilson Lalengke menegaskan bahwa pihaknya tidak akan pernah berhenti menuntut keadilan. Ia menyerukan agar masyarakat, organisasi sipil, dan seluruh insan pers bersatu melawan segala bentuk teror dan intimidasi.
> “Jangan ada lagi Syahbudin berikutnya! Kami tidak takut! PPWI akan berdiri di depan membela semua wartawan yang bekerja untuk kebenaran. Ini adalah panggilan moral dan tanggung jawab sejarah kita sebagai anak bangsa,” tutup Wilson.
Catatan: Hingga berita ini ditulis, pihak kepolisian masih melakukan penyelidikan. Publik menanti langkah konkret dari aparat penegak hukum dalam menuntaskan kasus ini, sebagai bentuk komitmen terhadap perlindungan kebebasan pers di Indonesia. (Red)