Kapolres Simalungun Tegaskan Profesionalisme Polri dalam Rapat Koordinasi Penyelesaian Konflik Tanah Adat : ” Polri Hadir untuk Masyarakat dan Pelestarian Budaya Simalungun “

Annanews.co.id || Simalungun – Kepolisian Resor (Polres) Simalungun terus menunjukkan peran profesionalnya dalam menjaga kondusifitas wilayah serta menjadi pengayom masyarakat di tengah dinamika sosial dan adat yang terjadi. Hal ini tampak jelas ketika Kapolres Simalungun, AKBP Marganda Aritonang, S.H., S.I.K., M.M., menghadiri Rapat Koordinasi (Rakor) percepatan penyelesaian persoalan TPL dengan masyarakat Lamtoras Nagori Sihaporas, yang digelar pada Selasa, 14 Oktober 2025, di Balei Harungguan Djabanten Damanik, Kantor Bupati Simalungun, Pamatang Raya.

Rapat tersebut dimulai sejak pukul 09.00 WIB dan berlangsung hingga siang hari, dihadiri oleh berbagai unsur Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), jajaran pemerintah Kabupaten Simalungun, tokoh adat, ahli waris tujuh kerajaan Simalungun, serta berbagai organisasi masyarakat adat dan budaya.

Dalam kesempatan itu, Kapolres Simalungun AKBP Marganda Aritonang menegaskan bahwa kehadiran Polri bukan hanya untuk menegakkan hukum, tetapi juga memastikan situasi masyarakat tetap kondusif dan harmonis di tengah perbedaan pandangan.

“Saya sangat mengapresiasi kegiatan diskusi ini karena menjadi tonggak penting dalam mengambil sikap guna memitigasi permasalahan terkait status tanah yang ada di daerah Sihaporas,” ujar AKBP Marganda Aritonang dalam sambutannya.

Kapolres menambahkan bahwa Polri akan terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan tokoh adat agar setiap kebijakan yang diambil tidak menimbulkan gesekan sosial di masyarakat. “Kami dari Polri akan terus mendukung langkah pemerintah daerah dalam menyelesaikan persoalan ini secara damai dan bermartabat,” ungkapnya.

Rakor tersebut digelar untuk menanggapi saling klaim tanah adat antara masyarakat Lamtoras dan pihak PT Toba Pulp Lestari (TPL) di wilayah Nagori Sihaporas, Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kabupaten Simalungun. Konflik ini menjadi perhatian serius karena berkaitan dengan pelestarian warisan budaya dan sejarah pertanahan eks-kerajaan di Simalungun.

Sekda Kabupaten Simalungun, Mixnon Andreas Simamora, dalam sambutannya menegaskan bahwa kegiatan tersebut bertujuan meminta nasihat dari keturunan Raja Marpitu dan para pemangku adat Simalungun. “Pemerintah Kabupaten Simalungun membutuhkan arahan agar dapat mengambil langkah tanpa keraguan. Melestarikan budaya Simalungun adalah tanggung jawab moral dan hukum kami,” ucapnya.

Diskusi berlangsung dinamis dengan berbagai pandangan dari keturunan kerajaan dan tokoh adat. Pandapotan Damanik, keturunan Kerajaan Siantar, berharap rapat ini mampu memperkuat jati diri budaya Simalungun.

Sementara itu, T. Purba Tambak, keturunan Kerajaan Dolok Silau, menegaskan, “Tanah di Simalungun adalah milik kerajaan. Tidak ada istilah tanah adat atau masyarakat adat dari luar. Kami minta agar suku lain menghormati tatanan Simalungun.”

Hal senada disampaikan Saputra Sinaga, ahli waris Kerajaan Tanah Jawa, yang menolak klaim tanah adat oleh kelompok di luar suku Simalungun.
“Tanah Simalungun harus dijaga sesuai sejarahnya. Jangan ada pihak luar yang merusak nilai budaya kami,” tegasnya.

Tokoh adat lainnya, Dr. Sarmedi Purba, menambahkan bahwa hingga kini belum ada dasar hukum yang sah tentang pengakuan masyarakat adat di Simalungun. “Rancangan undang-undang masyarakat adat masih belum disahkan. Jadi, belum ada payung hukum untuk menetapkan tanah adat di wilayah Simalungun,” jelasnya.

Selain Kapolres, hadir pula Dandim 0207/Simalungun Letkol Inf. Gede Agus Dian Pringgana, S.Sos., M.M.A.S., M.Han, yang menyampaikan dukungannya terhadap langkah Pemkab Simalungun menjaga stabilitas dan persatuan masyarakat adat.

Para keturunan Raja Marpitu—yakni Siantar, Dolok Silou, Tanah Jawa, Panei, Purba, Raya, dan Silimahuta—turut menyampaikan pandangan agar pemerintah menegakkan kembali marwah dan sejarah Simalungun.

Ketua Umum Pemangku Adat dan Budaya Simalungun, Jan Toguh Damanik, menegaskan bahwa suku Simalungun terdiri dari empat marga besar: Sinaga, Saragih, Damanik, dan Purba. “Adanya klaim tanah adat oleh kelompok Lamtoras adalah pelanggaran terhadap adat Simalungun. Bila pemerintah tidak tegas, masyarakat adat siap mengambil langkah mempertahankan tanah warisan leluhur,” tegasnya.

Rapat yang berlangsung hingga pukul 14.00 WIB itu menghasilkan kesimpulan bahwa hingga kini belum ada penetapan resmi masyarakat adat maupun tanah adat di wilayah Kabupaten Simalungun.

AKBP Marganda Aritonang menutup kegiatan dengan pesan agar seluruh pihak menjaga situasi tetap kondusif.
“Polri akan terus hadir sebagai penyejuk dan penengah. Kami berkomitmen mendukung setiap langkah pemerintah dan masyarakat adat dalam menjaga warisan leluhur tanpa menimbulkan konflik baru,” pungkasnya.

Acara kemudian ditutup dengan jamuan makan siang bersama, menandakan komitmen bersama untuk menjaga harmoni, budaya, dan keamanan di tanah Simalungun. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca berita terkini di Annanews.co.id