Annanews.co.id || Magelang – Kepala Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Yusharto Huntoyungo menegaskan kepada pemerintah daerah (Pemda) bahwa inovasi tidak melulu harus baru, melainkan mesti memberikan dampak nyata.
Hal itu diungkapkannya saat menjadi narasumber dalam kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Inovasi Daerah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Magelang di Ruang Rapat Bina Karya, Sekretariat Daerah Kabupaten Magelang, Jawa Tengah (Jateng), Senin (16/6/2025).
Yusharto menambahkan, inovasi harus dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Namun, sayangnya sering kali daerah berpikir bahwa inovasi harus orisinal dan belum pernah dilakukan. Padahal, inovasi bisa saja berupa replikasi atau adopsi yang disesuaikan dengan konteks lokal, selama memberikan perbaikan dan manfaat.
“Jangan mengasumsikan inovasi itu harus benar-benar baru, padahal baru di sini harus diartikan dari perspektif penerima bukan pencetus,” ungkap Yusharto.
Dia mengatakan, keraguan sebagian aparatur sipil negara (ASN) dalam berinovasi sering kali disebabkan oleh kekhawatiran akan kesalahan administratif. Untuk itu, Yusharto menegaskan bahwa diskresi telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Selain itu, hal tersebut diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2017 tentang Inovasi Daerah.
“[Undang-Undang menjamin] Bapak dan Ibu yang akan melakukan inovasi yang telah dicatatkan dalam keputusan Kepala Daerah apabila belum mencapai tujuan dari inovasi itu tidak dipandang sebagai pelanggaran. Ini merupakan privilege yang diberikan untuk Bapak dan Ibu tidak ragu-ragu lagi untuk melakukan inovasi,” jelasnya.
Ia mencontohkan inovasi yang telah dihasilkan oleh Pemerintah Kota Mojokerto yang bertajuk “Gempa Genting”. Program ini merupakan singkatan dari Segenggam Sampah Gawe Stunting. Inisiatif ini menghubungkan pengelolaan sampah dengan upaya penanggulangan stunting melalui pembentukan siklus berbasis masyarakat, yakni dari penukaran sampah yang dikelola menghasilkan maggot untuk pakan ikan lele.
Melalui program ini, ikan lele akan diberikan kepada keluarga yang terdampak stunting. “Kalau ide ini belum pernah diterapkan di Kabupaten Magelang, maka mereplikasi dan menyesuaikannya dengan kebutuhan lokal sudah termasuk sebagai inovasi,” katanya.
Yusharto juga mengapresiasi berbagai langkah inovatif yang telah dilakukan Pemkab Magelang, seperti program “Gotong Sak Ceting”. Program yang dijalankan di Kecamatan Sawangan ini merupakan kolaborasi inovasi antar-unit pelayanan teknis dan masyarakat. Hal ini utamanya dalam pencegahan stunting melalui pengumpulan data akurat, penganggaran APBDes yang tepat sasaran, hingga penggalangan donasi sukarela oleh ASN.
Dalam kesempatan tersebut, ia juga menegaskan bahwa berpikir inovatif tidak harus rumit atau mahal, tetapi harus dilandasi oleh semangat menyelesaikan masalah.
“Inovasi lahir dari kebutuhan, bukan dari keinginan tampil beda. Jadi mari kita mulai dengan melihat masalah sebagai pintu masuk untuk perbaikan,” pungkasnya. (Red)
Puspen Kemendagri