JAM – Pidum Menyetujui 5 Restorative Justice, Salah Satunya Perkara Pencurian Motor di Katingan

Annanews.co.id || Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 5 (lima) permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Selasa, 11 Maret 2025.

Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Ari Prabowo bin Undung Tukai (Alm) dari Kejaksaan Negeri Katingan, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Kronologi dimulai pada hari Jumat 27 Desember 2024 sekitar pukul 18.00 WIB, di Masjid Nurul Haq, Jalan Tatas, Desa Telangkah, Kec. Katingan Hilir, Kab. Katingan, Prov. Kalimantan Tengah.

Sesampainya di Masjid Nurul Haq, Korban memarkirkan motor tersebut di halaman Masjid Nurul Haq dengan keadaan motor kunci masih tercolok di kontak sepeda motor merk Vario warna biru dengan nomor polisi KH 3025 NW milik Korban tersebut.

Setelah itu, Korban melakukan sholat maghrib di dalam Masjid Nurul Haq, kemudian setelah Korban selesai sholat maghrib Korban keluar dari masjid sekitar jam 18.00 WIB dan Korban melihat sepeda motor merk Vario warna biru dengan nomor polisi KH 3025 NW milik Korban tersebut sudah tidak ada atau diambil oleh Tersangka Ari Prabowo bin Undung Tukai (Alm).

Lalu Korban mencoba mencari motor dengan pulang ke rumah, Korban mengira bahwa motor tersebut dibawa oleh keponakan Korban namun setelah sampai rumah dan Korban tanya kepada keponakan temyata keponakan Korban tidak membawa motor tersebut.

Selanjutnya Korban kembali lagi ke Masjid Nurul Haq dan bertanya-tanya ke orang-orang sekitar masjid, kemudian pada saat saya bertanya kepada Saksi Sdri.Romnisae Als Mama Keong ternyata Saksi Sdri.Romnisae als Mama Keong sempat melihat bahwa sepeda motor merk Vario warna biru dengan nomor polisi KH 3025 NW milik Korban tersebut dibawa Tersangka untuk pulang ke kampung.

Akibat perbuatan yang dilakukan oleh Tersangka tersebut mengakibatkan Korban Sudirman bin Sumar mengalami kerugian kurang lebih Rp6.000.000,- (enam juta rupiah).

Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Katingan Subari Kurniawan, S.H., M.H. dan Kasi Pidum Teddy Valentino, S.H. serta Jaksa Fasilitator Abdul Aziz Assodiqin, S.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.

Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Saksi Korban. Lalu Saksi Korban meminta agar proses hukum yang dijalani oleh Tersangka dihentikan.

Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Katingan mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah Dr. Undang Mugopal, S.H., M.Hum.

Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Selasa 11 Maret 2025.

Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap 4 perkara lain yaitu:

Tersangka Rudi Bin Supriyadi dari Kejaksaan Negeri Nunukan, yang disangka melanggar Pasal Pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP tentang Pengancaman.

Tersangka Deni Darmansyah Hidayat bin Dayat Hidayat dari Kejaksaan Negeri Kapuas, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Tersangka Rudi Apriandi bin Yuliansyah (Alm) dari Kejaksaan Negeri Barito Timur, yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Pengancaman.

Tersangka Andik Dedi Akanuria als Dedek bin Muhammad (Alm) dari Kejaksaan Negeri Karimun, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan Korban sudah memberikan permohonan maaf;

Tersangka belum pernah dihukum;

Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;

Tersangka dan Korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

Pertimbangan sosiologis;

Masyarakat merespon positif.

“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum. (Red)

(K.3.3.1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *